TOPIKBMR.NEWS KOTAMOBAGU – Sejumlah petani warga Desa Moyag Tampoan dan Moyag, beberapa hari terakhir ini, diduga melihat hewan langka yakni Anoa (Bubalus quarlesi), berkeliaran di perkebunan Desa Moyag Tampoan dan Moyag.
Informasi yang dirangkum dari berbagai sumber, jika hewan endemik ini, hampir tiga pekan berada di perkebunan warga, yang terletak wilayah Moyag Tampoan dan Desa Moyag Induk.
Dikatakan Apeng Mamonto petani gula aren warga Desa Moyag , jika hewan tersebut memiliki kulit berwarna hitam, tinggi sekira 1 Meter dan mempunyai tanduk lurus sekira 30 Cm.
” Sudah beberapa hari ini, petani yang di wilayah tersebut, kerap melihat hewan tersebut diwilayah perkebunan,” ujarnya, Senin (8/2/2020).
Diungkapkan, jika ada dua warga yang mempunyai lahan di wilayah perkebunan Desa Moyag Tampoan, pekan lalu berpapasan langsung dengan hewan ini.
” Selain mereka berdua, sudah beberapa juga warga yang melihat hewan tersebut,” tuturnya.
Sementara itu, Sekdes Desa Moyag Tampoan Herdy Mokoagow S.Hut mengatakan, benar atau tidak keberadaan hewan tersebut, baiknya masyarakat yang keseharian berkebun di wilayah Desa Moyag Tampoan, baiknya berhati hati. Sebab, hewan tersebut selain hewan yang langka, juga sedikit ganas jika di ganggu.
” Informasi adanya hewan tersebut berkeliaran di perkebunan desa Moyag Tampoan, akan kami telusuri kebenarannya. Jika benar, kami akan meminta pihak terkait untuk menangkapnya,” katanya.
Diketahui, Anoa, salah satu dari tiga satwa endemik Indonesia itu, adalah satwa endemik Sulawesi. Penampilan satwa ini mirip kerbau, dengan berat berat tubuh 150-300 kilogram dan tinggi 75 sentimeter. Karena itu pula banyak yang menyebutnya kerbau kerdil atau sapiutan, sementara nama yang umum dipakai dalam bahasa Inggris adalah midget buffalo atau wild cattle.
Anoa hidup di hutan tropika dataran, sabana (savanna), terkadang juga dijumpai di rawa-rawa. Anoa merupakan penghuni hutan yang hidupnya berpindah-pindah tempat. Anoa mempertahankan diri dengan mencebur ke rawa-rawa jika bertemu musuhnya, namun jika terpaksa melawan anoa akan menggunakan tanduknya.
Jatna Supriatna, dalam bukunya, Melestarikan Alam Indonesia (2008), menyebutkan dua spesies anoa, yaitu anoa pegunungan (Bubalus quarlesi) dan anoa dataran rendah (Bubalus depressicornis). Kedua jenis itu tinggal di dalam hutan, termasuk jenis yang agresif dan sulit dijinakkan untuk dijadikan hewan ternak (domestikasi).
Kedua jenis anoa itu dibedakan berdasarkan bentuk tanduk dan ukuran tubuh. Anoa dataran rendah relatif lebih kecil, ekor lebih pendek dan lembut, serta memiliki tanduk melingkar. Sementara anoa pegunungan lebih besar, ekor panjang, berkaki putih, dan memiliki tanduk kasar dengan penampang segitiga.
Anoa hidup semisoliter, yaitu hidup sendiri atau berpasangan dan hanya akan bertemu dengan kawanannya jika si betina akan melahirkan. Ensiklopedia Indonesia menyebutkan satwa ini paling aktif pada saat pagi dan sore hari, ketika udara masih dingin. Karena anoa memiliki kebiasaan mendinginkan tubuh, karena itulah terkadang anoa suka berendam di lumpur atau air.
Wikipedia menyebutkan, berdasarkan letak persebarannya, satwa ini tergolong fauna peralihan. Sejak tahun 1960-an, anoa, menurut Badan Konservasi Dunia, IUCN, dimasukkan dalam daftar satwa berstatus terancam punah. Laporan nationalgeographic.co.id, pada 2014, menegaskan dalam lima tahun terakhir anoa di Sulawesi Tenggara terancam kepunahan.
Populasi anoa menurun secara drastis. Diperkirakan saat ini terdapat kurang dari 5.000 ekor yang masih bertahan hidup. Salah satu penyebab populasinya yang menurun drastis, anoa sering diburu untuk diambil kulit, tanduk, dan dagingnya.
Saat ini konservasi anoa difokuskan pada perlindungan terhadap kawasan hutan dan penangkaran. (Tim/Fatan)