TopikBMR.com
KOTAMOBAGU – Ketua Komite I DPD RI, Benny Ramdhani melakukan audiensi dengan masyarakat penuntut ganti rugi lahan di tanah lokasi eks UPT. Mopuya, Mopugad, Tumokang, Kecamatan Dumoga Utara, Kabupaten Bolaang Mongondow, Jumat (8/2/2019).
Dalam pertemuan tersebut warga meminta kepada Benny Ramdhani untuk dapat menjembatani keluhan ahli waris lahan kepada bapak Presiden Joko Widodo.
Menanggapi harapan para ahli waris itu, Ketua Komite I DPD RI, Benny Rhamdani menegaskan pihaknya mendukung transmigrasi sebagai program pemerintah pusat yang telah membawa berkah bagi transmigran namun masih menyimpan potensi konflik vertikal pemerintah dengan masyarakat.
“Saya sudah mengawal kasus ini sejak tahun 2000. Melalui Dirjen di Kemendes, Pak Menteri Desa juga sudah menjanjikan kepada saya untuk diselesaikan pembayarannya di APBN 2019,” ungkap BRANI.
Lanjutnya, ada 1.113 pemilik lahan yang telah dijadikan lahan transmigrasi oleh pemerintah pusat, sudah menang dalam proses peradilan sampai dengan tingkat Kasasi di Mahkamah Agung. Dimana dalam putusannya Pemerintah RI diwajibkan membayar ganti rugi atas tanah seluas 1.495,5 hektar dengan total Rp 52.167.500.000.
“Sederhana ya, rakyat sudah dimenangkan melalui proses perjuangan hukum baik di pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung. Negara ini hukum yang harus menjadi panglima. Ini bukan negara kekuasaan tapi negara hukum,” ujarnya.
Dari catatan Komite I DPD RI, berdasarkan sejarah, tanah tersebut adalah tanah yang ditumpas dan digarap oleh warga pada tahun 1956–1965. Ketika terjadi peristiwa pemberontakan PKI pada tahun 1965, warga meninggalkan lokasi. Kemudian pada tahun 1971–1975 lokasi tersebut diambil alih oleh pemerintah dan diserahkan kepada transmigran dari Pulau Jawa dan Pulau Bali, melalui SK Gubernur Sulut, pada 24 Oktober 1972.
“Terkait perjuangan ganti rugi tanah, saya mengimbau semua pemerintah, Kabupaten Bolmong, Provinsi Sulut, juga pusat harus menyadari persis yang mereka hadapi adalah rakyatnya sendiri,” ucapnya.
“Apalagi usaha mereka atas hak mereka sudah puluhan tahun. Bahkan ada dari kalangan penuntut sudah meninggal dunia. Mereka sudah menghabiskan tenaga bahkan materi yang tidak banyak hanya untuk mendapatkan keadilan hukum ini,” jelasnya.
Selain itu, Benny menambahkan bahwa diera Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jacob Nua Wea, sekelompok masyarakat yang lain di Bolmong pernah melakukan gugatan serupa diwilayah yang lain.
Tanpa melalui proses peradilan, masyarakat ketika itu menang dan pemerintah kemudian membayar ganti rugi. Pembayaran ganti rugi ketika itu sharing antara Pemerintah Pusat 70 persen, Pemerintah Provinsi Sulut 10 persen dan Pemerintah Kabupaten Bolmong 20 persen. (#)